Bahlul rah.a seorang ulama di kalangan tabi'in. Suatu hari berjalan-jalan di tengah kota Bashrah dan di jumpainya sekelompok anak-anak yang sedang bermain dengan riang gembira. Namun seorang anak kecil menangis memandang kawan-kawannya yang sedang bermain. Timbul rasa iba dalam hati Bahlul, "Alangkah kasihan anak itu, mungkin dia tidak mempunyai alat permainan sperti teman-temannya sehingga dia menangis?" Lalu dihampirinya anak itu seraya berkata,"Jangan menangis, nanti aku belikan alat permainan untuk bermain!".
Bujukan Bahlul meredakan tangis anak itu, namun pandangan anak itu menatapnya dengan penuh keheranan. Seolah-olah tidak setuju dengan ucapan itu dan membuat Bahlul salah tingkah dan menimbulkan banyak pertanyaan dalam benaknya. Ia lalu mengulang ucapannya, "Marilah aku belikan alat permainan untuk bermain bersama kawan-kawanmu!"
Tiba-tiba anak itu menyahut, "Hai orang tua yang dungu dan tidak berakal, kami ini tidak diciptakan oleh Allah untuk bermain-main" Bahlul tersentak dan bingung dengan ucapan anak itu. Lalu anak itu menangis lagi, menambah kebingungan Bahlul dan tidak percaya apakah anak itu mengerti dengan yang dia ucapkan? Dengan sikap bersahabat Bahlul bertanya lagi, "Lalu untuk apa kita diciptakan?!?".
"Tidakkah bapak pernah membaca atau mendengar firman Allah, "Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kalian dengan main-main, dan bahwasanya kamu tidak dikembalikan kepada Kami?" (Al-Mu'minun :115)" Bertambahlah kekaguman Bahlul yang tak pernah membayangkan seorang anak kecil menasehatinya. Lalu ia menanyakan siapa yang mengajarinya?!? "Guruku adalah ibuku sendiri!!!", jawab anak itu singkat.
Bahlul lalu meminta nasehat lagi kepada anak itu yang sangat bijaksana. Kemudian anak itu melantunkan syair. "Aku lihat dunia ini senantiasa terus menerus diperhatikan orang, dikejar ke sana ke sini, diminati bukan kepalang. Namun dunia ini tidak pernah kekal bagi yang mengejarnya. Dan yang mengejarnya pun tiada kekal selamanya dengan dunia. Bahkan maut yang kejam terus membuntuti mangsanya.Laksana seekor kuda tangkas yang laju larinya. Wahai orang yang terharu dengan dunia perlahan sebentar. Ambil apa saja darinya ala kadarnya tetapi harus dengan cara yang benar".
Lalu anak itu menengadahkan kepalanya ke langit, seraya mengacungkan telunjuknya ke atas. Bibirnya berceloteh terus menerus, kemudian menangis membasahi wajahnya dgn air mata. Sesaat kemudian tubuhnya lunglai dan terjatuh pingsan. Bahlul segera mengangkat tubuh anak itu kepangkuannya, mengusap debu-debu yang menempel pada wajah anak itu dan menungguinya hingga sadar. Setelah anak itu siuman dan bangun, Bahlul segera bertanya, "Apakah yang telah terjadi padamu, kamu belum menanggung dosa apa-apa engkau masih kecil". "Mengapa tuan berkata demikian?!?", sahut anak itu serta melanjutkan uacpannya, "Aku pernah melihat ibuku menghidupkan api dengan menggunakan kayu-kayu kecil lebih dahulu, sebelum kayu-kayu yang besar. Aku takut menjadi kayu-kayu kecil yang dibakar untuk menyalakan api neraka jahanam, sebelum orang besar".
Imam Abu Hanifah rah.a pernah melihat seorang anak yang bermain-main di lumpur, lalu ia menegur anak itu, "Nak hati-hatilah, jangan sampai terjatuh di dalam lumpur!!" Kemudian anak itu menjawab, "Dan engkau hati-hatilah, jangan sampai terjatuh pula. Karena jatuhnya seorang ulama adalah runtuhnya dunia ini". Sejak mendengar ucapan anak ini, Abu Hanifah rah.a tidak pernah menyampaikan sebuah fatwa pun kecuali setelah mengkaji dan mendiskusikan hal tersebut sebulan penuh dengan para murid-muridnya.
Tiba-tiba anak itu menyahut, "Hai orang tua yang dungu dan tidak berakal, kami ini tidak diciptakan oleh Allah untuk bermain-main" Bahlul tersentak dan bingung dengan ucapan anak itu. Lalu anak itu menangis lagi, menambah kebingungan Bahlul dan tidak percaya apakah anak itu mengerti dengan yang dia ucapkan? Dengan sikap bersahabat Bahlul bertanya lagi, "Lalu untuk apa kita diciptakan?!?".
"Tidakkah bapak pernah membaca atau mendengar firman Allah, "Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kalian dengan main-main, dan bahwasanya kamu tidak dikembalikan kepada Kami?" (Al-Mu'minun :115)" Bertambahlah kekaguman Bahlul yang tak pernah membayangkan seorang anak kecil menasehatinya. Lalu ia menanyakan siapa yang mengajarinya?!? "Guruku adalah ibuku sendiri!!!", jawab anak itu singkat.
Bahlul lalu meminta nasehat lagi kepada anak itu yang sangat bijaksana. Kemudian anak itu melantunkan syair. "Aku lihat dunia ini senantiasa terus menerus diperhatikan orang, dikejar ke sana ke sini, diminati bukan kepalang. Namun dunia ini tidak pernah kekal bagi yang mengejarnya. Dan yang mengejarnya pun tiada kekal selamanya dengan dunia. Bahkan maut yang kejam terus membuntuti mangsanya.Laksana seekor kuda tangkas yang laju larinya. Wahai orang yang terharu dengan dunia perlahan sebentar. Ambil apa saja darinya ala kadarnya tetapi harus dengan cara yang benar".
Lalu anak itu menengadahkan kepalanya ke langit, seraya mengacungkan telunjuknya ke atas. Bibirnya berceloteh terus menerus, kemudian menangis membasahi wajahnya dgn air mata. Sesaat kemudian tubuhnya lunglai dan terjatuh pingsan. Bahlul segera mengangkat tubuh anak itu kepangkuannya, mengusap debu-debu yang menempel pada wajah anak itu dan menungguinya hingga sadar. Setelah anak itu siuman dan bangun, Bahlul segera bertanya, "Apakah yang telah terjadi padamu, kamu belum menanggung dosa apa-apa engkau masih kecil". "Mengapa tuan berkata demikian?!?", sahut anak itu serta melanjutkan uacpannya, "Aku pernah melihat ibuku menghidupkan api dengan menggunakan kayu-kayu kecil lebih dahulu, sebelum kayu-kayu yang besar. Aku takut menjadi kayu-kayu kecil yang dibakar untuk menyalakan api neraka jahanam, sebelum orang besar".
Imam Abu Hanifah rah.a pernah melihat seorang anak yang bermain-main di lumpur, lalu ia menegur anak itu, "Nak hati-hatilah, jangan sampai terjatuh di dalam lumpur!!" Kemudian anak itu menjawab, "Dan engkau hati-hatilah, jangan sampai terjatuh pula. Karena jatuhnya seorang ulama adalah runtuhnya dunia ini". Sejak mendengar ucapan anak ini, Abu Hanifah rah.a tidak pernah menyampaikan sebuah fatwa pun kecuali setelah mengkaji dan mendiskusikan hal tersebut sebulan penuh dengan para murid-muridnya.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkanber Caz Ciz Cuz dengan sopan,, Jangan lupa untuk dijaga ya dalam berkomentarnya Sobat Van?!?
Tenkz,,